Sama seperti susahnya tataniaga beras misalnya. Atau jagung. Atau produk pangan lainnya. Termasuk telor ayam. Ada politisi kemarin-kemarin berteriak minta kepada pemerintah untuk menurunkan harga telor hingga 11 ribu rupiah. Nah, belakangan harga telor pernah anjlok beneran, walau tidak sampai seanjlok harga tersebut. Apa yang terjadi ? Ya pasti emak-emak peternak ayam pada kelimpungan. Nggak nyucuk antara biaya produksi dengan hasilnya.
Demikian juga dengan harga komoditas jagung. Pihak petani jagung akan relatif mendapat keuntungan jika harga stabil pada kisaran 4 ribu hingga 5 ribu rupiah. Kalau harga anjlok dibawah 4.000 rupiah, alamat petani kelimpungan. Jadi yang diperlukan disini adalah keseimbangan harga dan sekaligus peningkatan daya beli masyarakat.
So, jadi politisi jangan sampai asal dapat panggung, kemudian bisanya bicara ngasal saja. Contoh sekarang ini. Harga pakan ternak memang lagi mahal karena stok jagung yang memang lagi kurang melimpah. Tapi jangan provokasi pemerintah untuk menurunkan dengan instan. Bisa-bisa larinya nanti impor . Kalau sudah impor, wah, padahal satu bulan lagi diperkiran produk jagung dalam negeri mulai panen. Bisa-bisa harga anjlok nanti. Petani kelimpungan. Situasi sospol menjelang pemilu. Akhirnya pemeritah digoreng lagi sebagai pihak yang gak becus.
Jangan juga dibandingkan jaman orba. Jaman orba dulu memang harga pangan relatif murah. Namun petani tidak bisa kaya. Harga komoditas senantiasa ditekan. Daya beli masyarakat juga tidak tinggi, Hanya saja waktu itu subsidi digelontorkan dalam segala bidang. Akhirnya beban negara juga yang keberatan.
Sebagai penutup, mohon-mohonlah jangan mentang - mentang jadi politisi, apapun dipoltisir. Ketemu emak - emak di pasar, bilang harga mahal, harus dimurahkan. Giliran ketemu peternak, bilang harga terlalu murah, harus dinaikkan. Kan jadinya ibarat pepatah 'pagi kedelai sore tempe'. Nanti bisa kebalik jadi kutukan buat diri sendiri. Bagaimana pendapat anda ?
Salam, Tiknan Tasmaun
Last Updated 2019-01-25T07:04:51Z