Ada satu fenomena yang sangat menarik dalam kehidupan sehari-hari. Kita perhatikan anak-anak. Mereka masih polos dan sangat percaya kepada orang dewasa terutama orang tuanya dan gurunya. Entah guru tk atau guru ngajinya. Hatta sekalipun dibohongi orang dewasa mereka tetap haqqul yakin.
Ketika orang tuanya melarang mereka bermain ke tempat sepi, misalnya di belakang rumah, denganmengatakan : "Jangan bermain sendiri di situ karena di situ ada hantunya", misalnya, maka si anak akan percaya seratus persen. Dikasih tau apa saja maka mereka percaya. Asal yang ngasih tau adalah orang tua atau gurunya.
Berbalik seratus delapan puluh derajat dengan kita orang dewasa. Kita dikasih tau oleh Tuhan kita melalui Kitab Suci. Kita dikasih tau oleh Nabi kita melalui catatan atau riwayat hadis. Namun betapa kita malah sering mempertanyakan. Betapa akal kita sulit menerima dan percaya begitu saja seperti percayanya anak-anak.
Dalam hal mempercayai kebenaran yang bersifat ghaib serta tak terjamah oleh akal dan panca indra maka kita layak dan patut berguru kepada anak-anak. Karena sifat mempercayai sesuatu memang bukan wilayah akal semata namun lebih kepada wilayah hati,qolbu. Wilayah alam bawah sadar. wilayah otak sebelah kanan yang bekerja.
Dalam kehidupan sehari-haripun sebenarnya hukum ini berlaku dengan sendirinya tanpa kita sadari. Mari kta perhatikan satu-persatu peristiwa berikut ini. Ketika Anda dan saya sakit kemudian kita pergi ke dokter atau tabib. Bukankah secara otomatis tanpa kita sadari sebenarnya kita telah 'beriman' (mempercayai, meyakini dan menyerahkan urusan atau tawakal dalam bahasa agamanya) kepada dokter atau tabib tersebut. Sekurang-kurangnya kita percaya bahwa dokter akan ngasih obat bukan racun.
Demikian pula ketika kita makan di warung. Kita 'beriman' kepada pemilik warung bahwa makanannya baik, tidak mengandung racun. Demikian juga ketika kita menyetir motor atau mobil. Kita mengambil lajur kiri dengan keyakinan bahwa pengendara yang lain, yang datang dari arah depan, juga akan mengambil jalur kiri mereka, sehingga tidak akan tabrakan. Kita 'beriman' dengan peraturan lalu-lintas sehingga kita selamat di jalan raya.
Apalagi terhadap peristiwa gaib. Otak kita memang bukan wilayahnya untuk menguraikan. Apalagi otak kiri kita. Contoh saja dalam kehidupan sehari-hari. Tujupuluh lima persen kehidupan kita sehari-hari diliputi peristiwa gaib yang tak mampu diterangkan akal kita. Bagaiman kita tidur, bagaimana kita mimpi, bagaimana jika kita sedih kita ingin menangis, bagiaimana jika kita senang bahagia kita ingin tertawa, bagaimana jantung bisa berdetak sendiri, bagaimana ginjal bisa berproses sendiri, bagaimana nafsu kita bisa berbangkit ketika melihat lawan jenis kita telanjang, bagaiman bayi bisa berak isi mentimun ketika si ibu makan mentimun dan masih banyak lagi. Akal kita sebenarnya tinggal menerima saja. Yang bekerja untuk memahami fenomena gaib tersebut adalah otak kanan kita. Alam bawah sadar kita. Nurani kita. Qolbu kita.
Salam, tiknan tasmaun......................
EmoticonEmoticon