. POSTINGAN ARTIKEL :

Tampilkan postingan dengan label Wawancara Guru Sejati. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wawancara Guru Sejati. Tampilkan semua postingan

A I U : Aku Iki Uwong

Aku Iki Uwong = Aku Ini Manusia.

Alkisah, berikut adalah percakapan pengajaran antara kyai sepuh dengan muridnya.

Murid : Kyai, ajari murid makna huruf Alif.

Kyai : Begini anakku. Jika huruf Alif sandangi atas maka dia berbunyi 'a'. Jika digaris bawah maka berbunyi 'i'. Dan jika dikasih dzoma maka dia berbunyi 'u'. Jika dirangkai bunyinya 'a-i-u, Aku Iki Uwong'. Aku ini manusia.                                     

Murid : Kalau begitu murid ini bukan manusia.

Kyai : Baru calon manusia, belum manusia. Kalau kamu ingin jadi manusia maka kamu harus memanusiakan -ngewongno- manusia lain. Maknanya, perlakukan orang lain seperti apa yang kamu ingin diperlakukan oleh orang lain. Sebaliknya, jangan perlakukan apapun terhadap orang lain jika perlakuan itu tidak ingin tertimpa kepadamu.

Jika kamu merasa sakit jika dicubit orang, maka jangan mencubit orang lain. Jika kamu ingin dihormati orang lain maka hormati orang lain lebih dulu. Itulah memanusiakan orang lain. Jika kamu sudah bisa memanusiakan orang lain maka saat itulah kamu telah menjadi manusia.

Murid : Ada lagi Kyai ?

Kyai : Setelah kamu bisa memanusiakan orang  lain maka selanjutnya adalah 'eling Kang Gawe Uwong' , ingat kepada Sang Pencipta Manusia.

Murid : Terangkan kepada murid yang bodoh ini tentang Yang Maha Pencipta sekalian titah ini, Kyai.

Kyai : Dia itu Gusti kang parek tan senggolan, lembut tan jinumput, Kang asipat welas asih tur ngudaneni sabarang kalir. Dia Maha Dekat namun tak tersentuh, Maha Lembut tanpa bisa diraba, mempunyai sifat Maha belas kasih dan Maha Mengetahui segala sesuatu.

Maka ingatlah akan Dia selalu dengan cara melayani sesamamu manusia, memanusiakan manusia lain. Itulah 'A_I_U' aku ini uwong, aku ini manusia. Bisa terlaksana menjadi manusia dengan cara memanusiakan manusia lain dan menghamba kepada Sang Pencipta Manusia.

LENTERA HIDUP, JALAN LURUS

Murid : Terangkan kepadaku bagaimana aku mencari lentera untuk menerangi hidupku wahai Guru ?

Guru : Tidak tahukah kamu bahwa Dia Sang Maha Pencipta telah menanamkan dua ‘jalan’ dalam dirimu ? Yang satu jalan kefasikan yang satu lagi jalan ketakwaan. Jalan Lurus adalah jalan ketakwaan, jalan pulang, jalan kembali, jalan hidup namun sekaligus juga jalan mati sakjeroning urip, mati dalam hidup. Mati dalam hidup, hidup dalam mati, yang mati apanya yang hidup apanya itu yang perlu kamu gandoli, kamu ketahui dan kamu pegang. Itulah lentera hidupmu.

Jalan Lurus ini ditanamkan-Nya dalam dirimu berasal dari alam al-’amr-Nya, alam perintah-Nya langsung. Dialah Ar-Ruh yang adalah ‘Ar -Ruh min Ruhi’-Nya. Ar-Ruh ini ditiupkan kedalam dirimu. Dia tidak mengalami tidur dan lupa. Tanpa bisa berbohong. Bahkan kelak dipengadilan pamungkas kamupun tidak bisa berkompromi dengannya. Dialah sumber bashirohmu, rasa jati sejatining rasamu.

Sekali lagi, dia bukan bagian dari dunia ini. Dia berasal dari alam Al Amr-Nya. Apapun yang kau lakukan baik dijagamu maupun tidurmu dia menyaksikan. Bukankah tiap kau berbohong dia selalu mengingatkanmu.

Bukankah tiap kau mengajaknya kompromi selalu dia tolak ? Bahkan terlalu sering akalmu mencari pembenaran terhadap kedustaanmu namun dia selalu menegormu. Sayang seribu sayang kau selalu mengacuhkan tegorannya. Karena itu dengarkan dia. Jadikan dia sahabat terdekatmu. Jadikan dia guru sejatimu. Karena sejatinya dia adalah aku dan aku adalah dia. Tempatkan kesadaranmu padanya. Maka kau akan senantiasa bisa berada di jalan lurus.

SANGKAN PARANING DUMADI : Jalan Pulang

Murid : "Guru, mohon Guru jelaskan dari mana aku berasal dan kemana aku akan pergi ?"

Guru : "Sesungguhnya yang kamu tanyakan adalah 'sangkan paraning dumadi' (asal dan tujuan hidup). Atau lebih tepatnya jalan pulangmu. Ketahuilah dalam dirimu mengandung dua unsur pokok yaitu jasmanimu dan ruhaniahmu. Masing-masing mempunyai jalan pulang sendiri-sendiri

Jasmanimu dicipta dari unsur alam ini. Tanah (bumi), udara (angin), api (panas) dan air. Karena asalnya dari bahan saripati alam maka kelak akan kembali ke alam lagi. Yang tanah kembali kepada tanah, yang angin kembali kepada angin, yang api kembali kepada api dan yang air akan menyatu kembali kepada air.

Urut-urutannya adalah demikian. Saripati tanah, udara, panas dan air dihisap oleh tumbuhan kemudian diproses menjadi sari makanan. Tumbuhan tersebut ada yang dimakan hewan dan ada yang dimakan langsung oleh manusia. Hewan yang memakan tumbuhan itupun akhirnya juga dimakan manusia. Ahirnya saripati makanan yang berasal dari unsur alam tersebut diproses dalam diri manusia laki-laki menjadi air mani. Sedangkan pada manusia perempuan diproses menjadi sel telor.

Dari pertemuan antara air mani lelaki dan sel telor wanita itulah kemudian berubah menjadi tubuh jabang bayi. Semua proses itu adalah terjadi karena kekuasaan dan kehendak Tuhan.

Bayi tumbuh menjadi dewasa dan tua kemudian mati. Bahkan perkara mati ini ada yang mati waktu bayi, waktu remaja maupun sudah tua. Itu terserah pada 'jangka-Nya' terhadap masing-masing individu. Ketika mausia mati maka tubuhnya ditinggalkan di alam dunia ini lagi. Bagi yang beragana Islam maka jasadnya dikubur dalam tanah.

Dengan berlalunya waktu maka jasad dalam tanah akan hancur, kecuali orang-orang khusus yang ditakdirkan Allah untuk jasadnya tetap utuh. Bagi yang jasadnya hancur akhirnya akan menjadi sari pati tanah lagi. Saripati tanah dihisap lagi oleh tetumbuhan menjadi saripati makanan. Saripati makanan dimakan manusia lagi yang kemudian berproses menjadi air mani lagi bagi pria dan sel telor bagi wanita. Ketika terjadi pertemuan air mani dan sel telor, dengan kuasa-Nya terciptalah jabang bayi lagi.

Hal tersebut akan terjadi terus dalam alam semesta sampai pada batas waktu yang ditetapkan-Nya. Itu akan menjadi 'cokromanggilingan' berputar terus sesuai dengan hukum alam. Itu jasmanimu.

Murid : "Bagaimana dengan unsur rohaniku wahai Guru ?"

Guru : "Unsur rohanimu ada beberapa pelengkap. Karena secara ruhani, disana ada Dirimu yang sejati yang juga dilengkapi akal dan nafsu. Hal yang terpenting adalah "Si Manusia-nya" itu. Yaitu dirimu yang sejati itu".

Murid : "Yang manakah yang 'Diri Saya' itu guru ?"

Guru : "Jangan bodoh dan samar. Kamu yang sebenarnya adalah kamu yang 'merasa' bisa melihat, mendengar dan merasa - merasa yang lainnya. Kamu adalah kamu yang bisa bermimpi kala tidurmu. Kamu adalah yang 'merasa' dan yang bisa 'menyadari' akan kesadaranmu sendiri. Jadi kamu yang sejati adalah yang mempunyai kesadaran itu. Kamu adalah kamu yang sadar atas dirimu.

Ingat ketika kamu tidur satu 'turon' (tempat tidur) dengan istrimu. Kemudian kamu bermimpi dikejar anjing. Kamu lari kecapekan. Kamu digigit anjing dan kamu menjerit. Tiba-tiba kamu bangun. Kamu marah-marah sama istrimu, kenapa dia tidak menolong kamu. Ya jelas kamu ditertawai sama istrimu. Lha wong istrimu tidak tahu kalau kamu digigit anjing kok, bagaimana cara dia menolongmu. Menurut istrimu, setahunya kamu malah tidur lelap.

Nah yang tidur lelap adalah ragamu. Sedang yang merasakan sakit digigit anjing waktu kamu mimpi itulah dirimu yang sebenarnya. Karena itulah kesadaranmu.

Sekali lagi, kesadaranmu itulah hakekat dirimu. Nah, kesadaranmu sehari-hari itu lebih banyak dimana.  Apakah pada keinginan-keinginan atau nafsumu. Atau pada akalmu semata yang kadang justru bisa akal-akalan,mengakali, mencari pembenar sendiri. Atau justru bisa bertempat pada sang Ruh. Sedangkan Ruh itu adalah wilayah al 'amr Tuhan. Asal dari alam 'perintah'-Nya."

Murid :"Bukankah memang Ruh itu milik-Nya dan selalu dalam genggaman-Nya. Ketika orang tidur Ruh ditahan-Nya kemudian 'dilepas' lagi ketika si manusia bangun. Dan bagi si mati Ruh itu tetap dalam genggaman-Nya. Berarti kan secara otomatis manusia pasti bisa kembali pulang, Guru ?"

Guru :"Nah ini dia ketemunya. Memang Ruh itu dalam kekuasan-Nya. Bahkan bukan Ruh saja, tetapi apapun juga dalam 'genggaman'-Nya. Tetapi kesadaranmulah yang menentukan. Jika kesadaranmu dibelenggu nafsu maka kesadaranmu juga gak bisa ikut 'pulang'. Karena 'pulang' itu tidak usah menunggu ketika kamu mati. Kamu bisa mati sakjeroning urip, mati di dalam hidup. Jadi jalan pulang itu adalah jalan yang mulai ditapaki sejak sekarang. Sejak kamu ada di dunia gumebyar ini.

Sejak sekarang kamu sudah diseru untuk pulang. Untuk senantiasa kembali kepada-Nya. "....Irji'i ila Robiki...." kembalilah kepada Robb-mu, kepada ilah-mu, kepada Yang Maha ADA yang Mengadakan-mu."

Murid : "Lalu sangunya (modalnya) apa dan apa yang dijadikan gandolan (pegangan) ?"

Guru : "Sangunya rasa rela atau senang. Rela kepada siapa ? Ya rela atau senang kepada-Nya. Rindu dan cinta akan Dia. Rela dan senang untuk kembali kepada-Nya. Dan pegangannya adalah kita bersandar welas asih-Nya (bersandar pada sifat Rohman dan Rohiim -Nya). Karena memang itu adalah sifat dari pakerti-Nya (af'al-Nya).

Kalau sudah begitu, tinggal kamu 'bersedia dipakai oleh-Nya' untuk menebarkan kasih sayang kepada alam. Meneruskan misi Sang Nabi Panutan, rahmatan lil 'alamin. Memayu hayuning buwono.

Karena itu ada sebagian orang yang menyebut pengetahuan tentang hal ini dengan penyebutan ilmu sangkan paran. Ada lagi yang mengidentikkan dengan ilmu 'inna lillahi wa inna ilaihi rojii'un. Ada lagi yang menamakan dengan ilmu sastro jendro hayuningrat pangruwating diyu.

Sastro adalah ilmu, jendro adalah adiluhung, hayuning adalah membangun dan rat adalah jagad. Jadi maknanya ilmu untuk membangun jagad. Jagad siapa, ya jagadnya si manusianya itu sendiri. Pangruwat artinya perbaikan atau pemulihan. Diyu bermaksud raksasa. Ngruwat atau memperbaiki raksasanya siapa ? Ya raksasanya si manusia itu sendiri.

Ingat, dalam hatimu itulah semuanya berada. Ada malaikat. Ada widodari. Ada widodoro. Ada jin setan priprayangan gendruwo ilu-ilu banaspati engklek waru doyong. Hatimu adalah jagadmu. Harus dibangun. Dibersihkan. Diruwat. Kalau sudah duruwat dan sudah bisa 'jalan pulang' maka biarkan DIA yang Maha Welas Asih yang bertahta di hatimu. Ingat - ingat ini : langit tidak akan cukup luas untuk Dia, bumi juga terlalu sempit untuk-Nya. Namun hati 'manusia al-kamil' bisa menjadi 'tahta'-Nya.

By: Tiknan Tasmaun

ILMU HAKEKAT : wawancara dengan Guru Sejati (bagian 2)

"Maaf Guru, ijinkan saya bertanya lagi," permohonan saya kepada Beliau.

"Silahkan, anakku",jawabnya dengan ramah.

"Ini mungkin pertanyaan yang konyol, wahai guru. Penting manakah isi dengan wadahnya?"

Dengan tersenyum penuh welas Beliau menerangkan demikian. "Tergantung dari sisi mana memandang dan dalam keperluan apa hal itu. Adakah seseorang bisa meminum air tanpa kendi atau wadah ? Kalau bagi orang itu jawabannya tidak bisa berarti wadah atau kendi, gelas, mug, atau apa sajalah , itu menjadi sangat penting. Karena tanpa wadah maka air tidak bisa dibawa alias akan tumpah."

"Namun sebaliknya juga, apalah gunanya wadah yang bagus nan cantik jika tidak ada isinya. Kosong. Jika kamu haus bisakah terpuaskan dahagamu hanya dengan memandang kendi atau wadah air itu saja ? Tentu tidak bukan. Jadi isi merupakan tujuan akhir dari pencarian wadah."

"Begitu juga andai kamu punya kendi atau gelas berisi air. Biar secantik apapun wadah itu dan sepenuh apapun isi itu jika tidak kamu minum maka selamanya kamu tak akan tahu rasanya air yang merupakan isi dari wadah itu".

"Ya ya Guru, aku mulai paham sekarang. Namun adakah orang yang tanpa wadah bisa minum air itu ?" tanyaku masih berlanjut.

"Tentu ada. Yaitu orang yang diberi anugerahi mampu minum air dari sumbernya secara langsung tanpa menciduk melalui wadah. Dan bagi orang itu di tak akan haus selama-lamanya. Orang - orang demikian adalah manusia yang mendapat 'ilmu' yang langsung diturunkan dari sisi-Nya. Pun begitu 'wadah' sebagai aturan (syareat) tentu tetap berlaku juga baginya, apa lagi dalam berhubungan dengan sesama makhluk."

"Ada pengibaratan lainnya lagi yaitu kelapa. Dari kulit luar kelapa itu memang berguna. Bagi yang tak tau dalamnya maka dikiranya kulit terluar kelapa itu adalah 'kelapa'nya. Namun jika dikupas maka ketemulah lapisan demi lapisan sampai ketemu daging kelapanya. Itu isi dari kelapa. Itu yang paling bermanfaat. Itu intinya. Itu 'sirr' nya. Namun dari isi itu ternya masih bisa digali isinya lagi yaitu santan. Nah dari santan ternyata masih mempunyai isi lagi yaitu minyak. Minyak ini adalah 'sirri dari sirri' atau 'sirr al-asror' kelapa, isi dari isi kelapa."

"Itulah perumpamaan-perumpamaan dari ilmu hakekat yang sedang kamu cari. Namun ingat petuahku ini : Sebenarnya dalam mencari ilmu hakekat, kamu bagaikan mencari lampu dengan membawa suluh di tangan. Semoga kamu mengerti"

Salam, Tiknan Tasmaun

Wawancara Dengan Guru Sejati

"Maafkan saya wahai Guru Sejati, walau saya telah menjadi muridmu namun ijikkan saya bertanya apakah benar bahwa Engkau adalah Sang Guru Sejati ?" demikian pertanyaanku pada suatu kesempatan kepada Beliau.

Sambil tersenyum ramah Beliau menjawab,"Betul tidaknya terserah kepada 'kesaksianmu' alias syahadahmu. Bukankah kau percaya kepada Kitab Suci ? "

"Ya Guru, betul",jawabku.

"Nah kau pasti akan membenarkan apa-apa yang telah difirmankan Allah, Gusti Kang Murbeng Dumadi, dalam Al Quranul Kariim. Bukankah sudah disebutkan disana bahwa Dia menanamkan dua 'jalan' yang satu kefasikan yang satu lagi 'jalan ketakwaan' kepada tiap jiwa (1). Akulah 'Jalan Ketakwaan' itu. Sedang 'jalan kefasikan' adalah jalan yang ditanamkan oleh-Nya yang berasal dari unsur tubuhmu. Sedang Aku bukan dari unsur tubuhmu yang dari alam dunia ini. Akulah yang 'ditiupkan-Nya' kedalam dirimu."

"Aku dibuat-Nya tanpa mengalami tidur dan lupa. Tanpa bisa berbohong. Bahkan kelak dipengadilan pamungkas kamupun tidak bisa berkompromi denganku". Ah semakin bingung aku dibuatnya. Aku tatap lekat-lekat wajahnya. Wajah itu persis bagai pinang dibelah dua dengan diriku sendiri. Bedanya wajah itu bercahaya. Tampan teduh tanpa noda. Tanpa gurat kerisauan. Tanpa gurat kebohongan. Tanpa gurat kekhawatiran.

"Masak Guru, aku kurang percaya. Betulkah Kau ditakdirkan-Nya tanpa tidur ? Dan tanpa bisa bohong sama sekali ? Maaf lho Guru jika pertanyaanku tidak sopan", lanjutku.

Dengan tenang setenang air telaga Beliau menjawab,"Sekali lagi, aku bukan bagian dari dunia ini. Aku ini berasal dari alam Al Amr-Nya. Apapun yang kau lakukan baik dijagamu maupun tidurmu aku menyaksikan. Bukankah tiap kau berbohong aku selalu mengingatkanmu. Bukankah tiap kau mengajakku kompromi selalu aku tolak ? Bahkan terlalu sering akalmu mencari pembenaran terhadap kedustaanmu namun aku selalu menegormu. Sayang seribu sayang kau selalu mengacuhkan tegoranku."

"Terus apakah Guru selalu tahu segala persoalan baik urusan duniawi maupun urusan akherat kelak ?" tanyaku lagi.

"Anakku, kau lupa bahwa kau telah dilengkapi akal. Akal fikiran itulah yang bertugas menyelesaikan persoalan - persoalan yang berhubungan dengan logika. Namun tetap saja ada aku sebagai Guru Sejati. Aku bisa memberikan ide pokok. Namun bagaimana ide pokok tersebut terlaksana dengan baik itu menjadi tugasmu untuk memberdayakan akalmu. Dan ingat, tidak semua pertanyaanmu musti kujawab. Sekali lagi karena kau telah dilengkapi dengan akal. Namun, jangan sampai akalmu terkontaminasi dengan nafsumu, nanti jadinya akal-akalan."

"Terus mengapa aku harus diberi nafsu segala ? Bukankah enak jika hidup tanpa nafsu", tanyaku kemudian.

"Itukan pertanyaan konyol", jawabnya. "Kamu ini keturunan Adam, tentu mempunyai tugas yang sama dengannya. Tugas itulah yang kau sandang di muka bumi ini."

"Apa itu Guru ?" tanyaku kemudian.

"Nah, lagi-lagi ketahuan kebodohanmu. Baiklah, supaya tidak salah kaprah silahkan bertanya kepada Adam sendiri" jawabnya.

"Haa ???", semakin bingung aku dengan jawaban Guru Sejati ini. Bagaimana aku dapat berjumpa Adam Si Manusia Pertama itu ? Kemana aku harus mencari ?

Tiba-tiba seakan-akan aku melihat sesosok manusia. Guru Sejatiku memberi tahu bahwa dialah yang akan menjawab. Setelah aku haturkan salam maka akupun bertanya tentang apa sebenarnya tugasku dimuka bumi ini.

Jawabannya "Sama. Sama persis dengan Adam, Si Manusia Pertama", katanya. Pertama - tama dia bercerita bahwa dia mempunyai tugas memakmurkan bumi. Menjadi pengemban amanah-Nya di bumi ini. Menjadi khalifah-Nya (2).

"Nah apa hubungan kekhalifaahan dengan nafsu wahai Guru Sejati ?" tanyaku kemudian kepada Sang Guru Sejatiku.

"Anakku, jelas sekali hubungannya. Ada akal dan ada nafsu. Itu pelengkap kekhalifahanmu. Bagaimana kau memakmurkan bumi jika kau tidak punya nafsu yang berarti tidak punya dorongan kehendak ? Nah supaya tidak salah dalam memakmurkan bumi ini maka kau dilengkapi akal".

"Namun bukankah nafsu yang menyeret kepada jalan kefasikan tersebut ?"

"Betul jika nafsu itu menjadi hawa nafsu yang merajalela yang tak terkendalikan akal bahkan akal yang kemudian menjadi akal-akalan. Karena itulah ada aku yang ditanam Robb kedalam dirimu sebagai 'Jalan Ketakwaan'. Jika kamu senantiasa mendengarkan suaraku maka kamu akan mendapat 'Jalan Yang Lurus' - Asy-Syiraath Al- Mustaqiim(3). Karena hakekatnya suaraku adalah berasal dari Suara-Nya".

Bersambung.

Baca juga artikel terkait berikut :
1. ILMU HAKEKAT : wawancara dengan Guru Sejati (bagian 2)
2. Manunggaling Kawulo-Gusti
3. BERDOA : MENDIKTE TUHAN ATAU MEMOHON ?
4. AJI PAMELING - WIRID MALADIHENING

Catatan kaki :
1. QS 91 Asy Syams : 8.
2. QS 2 Albaqoroh : 30.
3. QS 1 Alfatihah : 6.