“…Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu.
Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.
Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri.
Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
Ia tidak bersuka cita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.
Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.
Kasih tidak berkesudahan…”
Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.
Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri.
Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
Ia tidak bersuka cita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.
Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.
Kasih tidak berkesudahan…”
Itu adalah sepenggal lagu gerejani yang sering dipujikan saudara-saudara kita kaum nasrani di gereja dikala kebaktian. Namun sejatinya kasih atau “rahmah” itu universal, melampaui segala agama dan kepercayaan, juga bangsa dan warna kulit.
Ketika Sri Kresna masih anak-anak dengan nama Narayana pernah berbicara kepada Ayah angkatnya tentang kasih yang universal. Saat itu ayahnya mengajaknya ke kuil Dewa Siwa. Hari itu hari pemujaan kepada Siwa. Narayana menjawab bahwa yang lebih berhak mendapat ungkapan terimakasih adalah gunung karena gunung telah meneduhinya. Juga sawah, sungai dan sapi yang memberi susu. Intinya menurut Narayana kasih itu berlaku untuk semuanya.
Nabi ‘Isa as atau Yesus dalam bible mengajarkan hukum emas, The Golden Law. Pertama hendaknya engkau mengasihi Tuhan dengan ’sepenuh hati’. ( Bukan hanya lips-service, seremonial atau ritual kosong tanpa kehadiran hati ). Yang kedua, hendaklah kau mengasihi sesamamu manusia seperti engkau mengasihi dirimu sendiri. Dikatakannya bahwa seluruh hukum dan kitab para nabi tergantung kepada hukum kasih tersebut.
Nabi besar Muhammad saw juga menegaskan dalam wejangannya soal kasih. Beliau mewanti-wanti kepada umatnya bahwa belum sempurna iman seseorang jika dia belum bisa mengasihi tetangganya. Tetangga disini pengertiannya adalah siapa saja, tidak perduli agama dan bangsa apa. Kasih ini juga menjiwai keadilan yang beliau terapkan semasa memimpin negara Madinah.
Bahkan beliau bersabda yang artinya kira-kira demikian : barang siapa yang menyakiti orang non muslim yang berdamai dengan negara / masyarakat muslim (bukan dalam keadaan perang) maka itu sama saja dengan menyakiti beliau. Dan beliau menegaskan orang tersebut tidak akan masuk surga. Bahkan ketika dalam suasana perangpun beliau saw memberikan undang-undang kepada prajurit muslim bahwa dilarang keras : merusak tanaman, membunuhi hewan, membunuh orang tua, perempuan dan anak-anak serta prajurit musuh yang sudah menyerah. Itu karena kasih atau sifat rahmah, welas asih, yang melingkupi jiwa sucinya.
Bahkan beliau bersabda yang artinya kira-kira demikian : barang siapa yang menyakiti orang non muslim yang berdamai dengan negara / masyarakat muslim (bukan dalam keadaan perang) maka itu sama saja dengan menyakiti beliau. Dan beliau menegaskan orang tersebut tidak akan masuk surga. Bahkan ketika dalam suasana perangpun beliau saw memberikan undang-undang kepada prajurit muslim bahwa dilarang keras : merusak tanaman, membunuhi hewan, membunuh orang tua, perempuan dan anak-anak serta prajurit musuh yang sudah menyerah. Itu karena kasih atau sifat rahmah, welas asih, yang melingkupi jiwa sucinya.
Saudaraku yang dikasihi Allah,
Apapun kepercayaan Anda,
Apapun agama Anda,
Apapun suku Anda,
Mari kita belajar untuk menghidupkan kembali ‘rasa kasih’ di jiwa kita,
Kita jadikan Indonesia yang damai.
Salam, Tiknan Tasmaun
EmoticonEmoticon