Wawancara Dengan Guru Sejati

"Maafkan saya wahai Guru Sejati, walau saya telah menjadi muridmu namun ijikkan saya bertanya apakah benar bahwa Engkau adalah Sang Guru Sejati ?" demikian pertanyaanku pada suatu kesempatan kepada Beliau.

Sambil tersenyum ramah Beliau menjawab,"Betul tidaknya terserah kepada 'kesaksianmu' alias syahadahmu. Bukankah kau percaya kepada Kitab Suci ? "

"Ya Guru, betul",jawabku.

"Nah kau pasti akan membenarkan apa-apa yang telah difirmankan Allah, Gusti Kang Murbeng Dumadi, dalam Al Quranul Kariim. Bukankah sudah disebutkan disana bahwa Dia menanamkan dua 'jalan' yang satu kefasikan yang satu lagi 'jalan ketakwaan' kepada tiap jiwa (1). Akulah 'Jalan Ketakwaan' itu. Sedang 'jalan kefasikan' adalah jalan yang ditanamkan oleh-Nya yang berasal dari unsur tubuhmu. Sedang Aku bukan dari unsur tubuhmu yang dari alam dunia ini. Akulah yang 'ditiupkan-Nya' kedalam dirimu."

"Aku dibuat-Nya tanpa mengalami tidur dan lupa. Tanpa bisa berbohong. Bahkan kelak dipengadilan pamungkas kamupun tidak bisa berkompromi denganku". Ah semakin bingung aku dibuatnya. Aku tatap lekat-lekat wajahnya. Wajah itu persis bagai pinang dibelah dua dengan diriku sendiri. Bedanya wajah itu bercahaya. Tampan teduh tanpa noda. Tanpa gurat kerisauan. Tanpa gurat kebohongan. Tanpa gurat kekhawatiran.

"Masak Guru, aku kurang percaya. Betulkah Kau ditakdirkan-Nya tanpa tidur ? Dan tanpa bisa bohong sama sekali ? Maaf lho Guru jika pertanyaanku tidak sopan", lanjutku.

Dengan tenang setenang air telaga Beliau menjawab,"Sekali lagi, aku bukan bagian dari dunia ini. Aku ini berasal dari alam Al Amr-Nya. Apapun yang kau lakukan baik dijagamu maupun tidurmu aku menyaksikan. Bukankah tiap kau berbohong aku selalu mengingatkanmu. Bukankah tiap kau mengajakku kompromi selalu aku tolak ? Bahkan terlalu sering akalmu mencari pembenaran terhadap kedustaanmu namun aku selalu menegormu. Sayang seribu sayang kau selalu mengacuhkan tegoranku."

"Terus apakah Guru selalu tahu segala persoalan baik urusan duniawi maupun urusan akherat kelak ?" tanyaku lagi.

"Anakku, kau lupa bahwa kau telah dilengkapi akal. Akal fikiran itulah yang bertugas menyelesaikan persoalan - persoalan yang berhubungan dengan logika. Namun tetap saja ada aku sebagai Guru Sejati. Aku bisa memberikan ide pokok. Namun bagaimana ide pokok tersebut terlaksana dengan baik itu menjadi tugasmu untuk memberdayakan akalmu. Dan ingat, tidak semua pertanyaanmu musti kujawab. Sekali lagi karena kau telah dilengkapi dengan akal. Namun, jangan sampai akalmu terkontaminasi dengan nafsumu, nanti jadinya akal-akalan."

"Terus mengapa aku harus diberi nafsu segala ? Bukankah enak jika hidup tanpa nafsu", tanyaku kemudian.

"Itukan pertanyaan konyol", jawabnya. "Kamu ini keturunan Adam, tentu mempunyai tugas yang sama dengannya. Tugas itulah yang kau sandang di muka bumi ini."

"Apa itu Guru ?" tanyaku kemudian.

"Nah, lagi-lagi ketahuan kebodohanmu. Baiklah, supaya tidak salah kaprah silahkan bertanya kepada Adam sendiri" jawabnya.

"Haa ???", semakin bingung aku dengan jawaban Guru Sejati ini. Bagaimana aku dapat berjumpa Adam Si Manusia Pertama itu ? Kemana aku harus mencari ?

Tiba-tiba seakan-akan aku melihat sesosok manusia. Guru Sejatiku memberi tahu bahwa dialah yang akan menjawab. Setelah aku haturkan salam maka akupun bertanya tentang apa sebenarnya tugasku dimuka bumi ini.

Jawabannya "Sama. Sama persis dengan Adam, Si Manusia Pertama", katanya. Pertama - tama dia bercerita bahwa dia mempunyai tugas memakmurkan bumi. Menjadi pengemban amanah-Nya di bumi ini. Menjadi khalifah-Nya (2).

"Nah apa hubungan kekhalifaahan dengan nafsu wahai Guru Sejati ?" tanyaku kemudian kepada Sang Guru Sejatiku.

"Anakku, jelas sekali hubungannya. Ada akal dan ada nafsu. Itu pelengkap kekhalifahanmu. Bagaimana kau memakmurkan bumi jika kau tidak punya nafsu yang berarti tidak punya dorongan kehendak ? Nah supaya tidak salah dalam memakmurkan bumi ini maka kau dilengkapi akal".

"Namun bukankah nafsu yang menyeret kepada jalan kefasikan tersebut ?"

"Betul jika nafsu itu menjadi hawa nafsu yang merajalela yang tak terkendalikan akal bahkan akal yang kemudian menjadi akal-akalan. Karena itulah ada aku yang ditanam Robb kedalam dirimu sebagai 'Jalan Ketakwaan'. Jika kamu senantiasa mendengarkan suaraku maka kamu akan mendapat 'Jalan Yang Lurus' - Asy-Syiraath Al- Mustaqiim(3). Karena hakekatnya suaraku adalah berasal dari Suara-Nya".

Bersambung.

Baca juga artikel terkait berikut :
1. ILMU HAKEKAT : wawancara dengan Guru Sejati (bagian 2)
2. Manunggaling Kawulo-Gusti
3. BERDOA : MENDIKTE TUHAN ATAU MEMOHON ?
4. AJI PAMELING - WIRID MALADIHENING

Catatan kaki :
1. QS 91 Asy Syams : 8.
2. QS 2 Albaqoroh : 30.
3. QS 1 Alfatihah : 6.


EmoticonEmoticon