Susahnya Tatakelola Gabah : Petani Menjerit, Konsumen Mengangis, Dan Pemerintah Susah

Tata kelola gabah nampaknya memang bukan perkara mudah. Hal tersebut karena melibatkan banyak pihak. Jika salah kelola, petani menjerit, konsumen menangis, pemerintah susah dan politisi 'cukup prihatin' agaknya.


Ilustrasi Google
Ilustrasinya begini. Jika waktu belum panen raya (kalau jaman bahehula dulu : musim paceklik) para petani yang punya irigasi masih bisa panen, walau dengan biaya produksi yang mahal. Harga melambung tinggi. Nah, konsumen 'sambat'. Para pembesar negeri (baca : politisi) bersuara lantang 'membela rakyat' : turunkan harga gabah !

Pemerintah akhirnya telinganya 'keri' juga. Terpaksa diumumkan bahwa pemerintah akan impor beras. Tujuannnya apa ? Sebenarnya untuk meredam kepanikan masyarakat. Padahal di masyarakat pedesaan biasa-biasa saja.

Dengan adanya isu beras impor ditambah musim menjelang panen raya plus matahari segan memeberikan panasnya, lha dalah, apa yang terjadi ? Gabah ditingkat petan harganya 'hancur  cur  cur' lebih hancur dari 'bakpao' yang benjol kemudian kerkecai.

Namun, jangan lupa lho ya, namun itu tetapi, ya...harga beras justru tetap  'mentangkring' tinggi. Kalau sudah begini, petani jadi menjerit, konsumen menangis dan pemerintah tambah susah. Kalau para politisi ? Wah, mereka sangat berjasa bagi rakyat. Tetap bersuaralah mereka. Kalau sudah bingung sendiri, capek kritik sana kritik sini, diminta ide jalan keluar gak bisa, akhirnya mereka dengan lantang mebela rakyat dengan cara sidang sidang sidang, turba turba turba, studi studi studi banding nding nding dan tak lupa ada yang 'pri...ha...tin'.tin tin tin.

Salam, 'just humor ala now' menghilangkan stres !


EmoticonEmoticon