Banyak istilah yang bisa dipakai untuk menggambarkan perilaku khas ini. Semedi kata orang Jawa. Meditasi. Maladihening. Neng, ning, nung. Kotemplasi. Tafakur. Dan.....mungkin masih ada banyak istilah yang maksudnya sepadan.
Bermacam cara orang melakukan meditasi. Berbagai tujuan pula yang hendak diraih. Untuk kali ini kita akan berbincang dengan memfokuskan pada tiga hal yaitu pencarian kesejatian diri, alam gaib dan 'penemuan' dengan "Sang Maha Ada".
Saya kutip dulu dari ajaran Wirid / Semedi Maladihening yang diajarkan Mbah saya demikian tatacaranya :
1. Posisi badan telentang menghadap ke atas, seperti mau tidur. Jangan ada anggota badan yang posisinya kurang nyaman. Seluruh anggota badan “jatuh” menempel di pembaringan tanpa ada penahanan sedikitpun. Seluruh otot dan syaraf harus rileks atau loss. Bisa juga dipakai posisi duduk bersila.
2. Tangan sedekap atau 'sendakep' dengan posisi lengan atas tetap menempel di lantai/tempat berbaring sementara lengan bawah diletakkan di atas dada. Jari-jari tangan saling mengunci ( jari diadu dengan jari merapat ). Atau bisa juga agar lebih rileks, tangan diluruskan ke bawah (arah kaki), kedua telapak tangan menempel di paha kiri kanan sebelah luar.
3. Mata terpejam seakan anda sedang bersiap menidurkan diri. Bola mata tidak boleh bergerak-gerak, tahan dalam posisi pejam dan bola mata diam tidak bergerak, disebut meleng, meneng. Ketika memejamkan mata ini bola mata diarahkan ke arah puncak hidung ( mandeng puncaking grono )
4. Kaki lurus dan rileks, disebut sedakep suku tunggal.
Mengumpulkan atau Mengatur Pernafasan.
Tarik pelan nafas melalui hidung sampai di perut, lebih tepatnya lagi sampai di puser. Tahan. Bawa naik ke atas terus sampai ubun-ubun. Tahan. Baru bawa ke bawah samapi mulut dan lepaskan. Lakukan berulang-ulang. Bawa atau tarik naik turunnya nafas dengan 'rasa kesadaran'. Ketika ini lidah hendaknya ditekuk ke atas, ke 'cethak'. Lakukan beberapa kali ulangan. Ketika ini harus dibarengi ingat kepada Allah. Cara praktisnya yaitu ketika menarik nafas hati menyebut "HU" dan ketika melepas nafas hati menyebut "ALLAH".
Lafal HU merujuk pada ADA-Nya, atau Dzat-Nya atau Pribadi-Nya. Sedangkan lafal ALLAH merujuk pada Nama-Nya atau panggilan-Nya.
Kemudian pikiran dikosongkan, tidak memikirkan apa-apa. Obyek pikir atau lebih tepatnya 'kesadaran rasa kita', kita fokuskan ke arah puncak hidung ( yaitu diantara dua mata kita ). Maka akan nampak cahaya berpendar. Semakin terang. Kita ikuti denga kesadaran rasa kita. seakan ada lorong yang panjang bercahaya keperakan. Kita ikuti saja. Nah...plong...kita atau lebih tepatnya kesadaran diri kita yang sejati sudah bebas dari tubuh kita. Sensasi ini yang oleh kebanyakan orang disebut 'meraga sukma' atau ngrogo sukmo.
Nah sampai pada batas ini menjadi sangat krusial. Karena apa ? Karena apapun yang kita niatkan akan 'sampai'. Artinya obyek kesadaran menjadi sangat penting. Jika kesadaran Anda kepada alam gaibnya jin maka otomatis 'sinyal gelombang energi' Anda akan bersambung dengan alam jin. Jika obyek kesadaran Anda adalah para ruh nenek-moyang atau leluhur maka Anda akan berjumpa dengan leluhur Anda.
Ada satu hal yang sangat penting di sini. Apakah kita hanya akan 'mengurusi' soal benda dan makhluk saja ? Apakah kesadaran kita akan hanya kita tujukan untuk mencari 'ada' yang bisa rusak dan tidak hakiki ( makhluk ) saja ? Tidakkah kita ingin 'menjumpai' Dia Sang Maha Ada yang tidak akan rusak binasa ( Al-Kholiq ) ? Dia yang telah menciptakan kita dan juga alam ini. Dia Yang Maha Ada yang menjadi 'tempat' kita berpulang atau kembali nanti.
Mari bertafakur yang sejati. Menemukan-Nya di diri kita dan juga di diri-diri yang lain. Di diri alam semesta. Sejatinya dimanapun 'ada' itu ada maka disitulah Sang Maha Ada itu ada. Dia meliputi segala sesuatu. Justru jika kesadaran kita terhenti pada diri kita saja maka yang kita temui adalah hanya diri kita. Jika kesadaran kita ada pada alam jin maka yang kita temui adalah jin. Jika kesadaran kita ada pada-Nya, bahkan harusnya itu 'sadar penuh' maka kita akan ketemu dengan Dia, Sang Sangkan Paraning Dumadi. Tentu bertemu dengan-Nya secara tan kinoyo ngopo, laisa kamitslihi syai'un, tidak bisa digambarkan dengan apa dan bagaimana.
Salah satu bentuk semedi yang paling dasar dan alami adalah tidur. Ketika kita tidur maka hakekatnya sama dengan mati. Ketika tidur inilah diri kita kembali berada dalam 'genggaman'-Nya. Nah bayangkan sendiri jika kita bisa tidur secara 'advance'. Yaitu badan kita tidur terlelap namun kesadaran kita bisa tetap 'sadar' mengikuti kesadaran 'ruh' kita yang merupakan 'min Ruhi'.
Ada lagi semedi dalam bentuk yang sudah 'advance' yaitu sholat. Namun sholat dalam pengertian yang sebenar-benarnya yaitu bukan hanya manembahing rogo, tetapi juga manembahing rahsa( sir ) dan sukma( ruh )
Salam, ......tiknan tasmaun
Cari Artikel
Semedi ( Meditasi ), Bagaimana Caranya dan Apa Yang Dicari ?
Penulis Tiknan Tasmaun
Diterbitkan 4/14/2010 08:22:00 PM
Tags
Artikel Terkait
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 comments so far
Thk sangat bermanfaat
EmoticonEmoticon