-->

GAYUS - CONTOH DIGDAYANYA UANG ABAD INI : Kliping Media

Zaman akhir ini uang begitu menjadi Maha Dewa, Super Berkuasa sampai-sampai mengalahkan nurani, hukum dan pranata sosial. Arti kebahagiaan sudah tereduksi sedemikian hebat menjadi sekedar hedonisme, mengejar material. Nilai sakaral moral, etika dan agama menjadi urutan kesekian ratus dibelakang uang. Dan, contoh nyata adalah fenomena GAYUS.  Simak saja kliping dari berbagai media online yang saya kutip berikut ini :

Pertama dari https://nasional.kompas.com/read/2010/11/21/14192130/Inilah.10.Kejanggalan.Kasus.Gayus Peneliti hukum ICW Donald Faris, Minggu (21/11/2010), di kantor ICW, Jakarta, mengungkapkan 10 kejanggalan tersebut. Inilah kejanggalan dan analisa versi ICW :

Pertama, Gayus dijerat pada kasus PT SAT dengan kerugian negara Rp 570.952.000, dan bukan pada kasus utamanya, yaitu kepemilikan rekening Rp 28 miliar, sesuai dengan yang didakwakan pada Dakwaan Perkara Pidana Nomor 1195/Pid/B/2010/PN.JKT.Sel.

Kedua, Polisi menyita save deposit milik Gayus Tambunan sebesar Rp 75 miliar. Namun, perkembangannya tidak jelas hingga saat ini. "Hingga saat ini, keberlanjutan pemeriksaan atas rekening lain milik Gayus dengan nominal mencapai Rp 75 miliar menjadi tidak jelas. Polisi terkesan amat tertutup atas rekening yang secara nominal jauh lebih besar," kata Donald.

Ketiga, kepolisian masih belum memproses secara hukum tiga perusahaan yang diduga menyuap Gayus, seperti KPC, Arutmin, dan Bumi Resource. Padahal, Gayus telah mengakui telah menerima uang 3.000.000 dollar AS dari perusahaan tersebut.

Keempat, Kompol Arafat dan AKP Sri Sumartini sudah divonis bersalah. Namun, petinggi kepolisian yang pernah disebut-sebut keterlibatannya oleh Gayus belum diproses sama sekali.

Kelima, Kepolisian menetapkan Gayus, Humala Napitupulu, dan Maruli Pandapotan Manulung sebagai tersangka kasus pajak PT SAT. Namun, penyidik tak menjerat atasan mereka yang sesungguhnya memiliki tanggung jawab yang lebih besar.

Keenam, pada 10 Juni 2010 Mabes Polri menetapkan Jaksa Cirus Sinaga dan Poltak Manulang sebagai tersangka kasus suap dalam kasus penggelapan pajak yang dilakukan Gayus. Namun, tiba-tiba, status Cirus berubah menjadi saksi.

Ketujuh, Kejagung melaporkan Cirus ke kepolisian terkait bocornya rencana penuntutan. Namun, hal ini bukan karena kasus dugaan suap Rp 5 miliar dan penghilangan pasal korupsi serta pencucian uang dalam dakwaan pada kasus sebelumnya. 

Kedelapan, Dirjen Pajak enggan memeriksa ulang pajak perusahaan yang diduga pernah menyuap Gayuss karena menunggu novum baru. Padahal, menurut Donald, pernyataan Gayus perihal uang sebesar 3.000.000 dollar AS diperolehnya dari KPC, Arutmin, dan Bumi Resource, bisa dijadikan sebuah alat bukti karena disampaikan dalam persidangan.

Kesembilan, Gayus keluar dari Mako Brimob ke Bali dengan menggunakan identitas palsu. Menurut Donald, hal ini menunjukkan dua kejanggalan. Pertama, kepolisian tidak serius mengungkap kasus Gayus hingga tuntas sampai  ke dalang sesungguhnya. Kepolisian juga belum tuntas untuk mencari persembunyian harta Gayus sehingga konsekuensinya dia begitu mudah bisa menyogok aparat penegak hukum. Kedua, Gayus memiliki posisi daya tawar yang kuat kepada pihak-pihak yang pernah menerima suap selama dia menjadi pegawai pajak.

Kesepuluh, Polri menolak kasus Gayus diambil alih KPK. Padahal, kepolisian terlihat tak serius menanggani kasus tersebut. Penolakan ini telah terjadi sejak Maret 2010. Saat itu, Kadiv Humas Polri Brigjen Edward Aritonang mengatakan, Polri masih sanggup menangani kasus tersebut. "Nyatanya, Gayus malah berpelesir ke Bali," katanya.

 ......................................................
Berikutnya adalah cuplikan dari tulisan opini dari seorang kompasioner Maspras, :yang berjudul Ada Apa Antara Polisi dan Presiden?
................................................

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meyakini kredibilitas Kepolisian Negara RI untuk menuntaskan perkara korupsi dengan terdakwa mantan pegawai pajak Gayus HP Tambunan. Presiden memercayakan penanganan kasus itu kepada Polri hingga ke pengadilan.

Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan hal itu di Jakarta, Selasa (23/11/2010). Ia menjawab pertanyaan wartawan tentang adanya desakan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut menangani perkara Gayus. ”Presiden tentu memercayakan sepenuhnya. Sistem sudah bekerja dan kepolisian akan menyelesaikan kasus ini secara baik, sesuai peraturan yang berlaku,” ujarnya.

Menurut dia, Presiden yakin Polri tetap institusi yang kredibel. Kisah keluarnya Gayus dari Rumah Tahanan (Rutan) Brimob, Kelapa Dua, Depok, sebatas ulah oknum kepolisian. Secara terpisah, Kastorius Sinaga, penasihat ahli Kepala Polri, pun mengatakan, Polri tidak akan menyerahkan penanganan dugaan kasus mafia pajak terkait Gayus. Polri mampu menangani kasus itu. Namun, Polri masih membutuhkan alat bukti.
Sebaliknya, Ketua Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Kuntoro Mangkusubroto di Jakarta, Selasa, mempersilakan KPK menangani kasus mafia hukum yang melibatkan Gayus. Selain Polri dan Kejaksaan Agung, KPK ditetapkan sebagai penegak hukum pula.

”Silakan saja KPK menanganinya,” papar Kuntoro.

Pelaksana Tugas Jaksa Agung Darmono juga tak keberatan jika kasus Gayus diambil alih KPK. Namun, pengambilalihan hanya dilakukan untuk kasus yang belum ditangani Polri. ”Jika lebih baik, silakan saja,” katanya.Darmono menjelaskan, pengambilalihan perkara oleh KPK, yang sedang ditangani Polri atau Kejaksaan, memang dimungkinkan. Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD tidak sependapat jika kasus yang diambil alih KPK adalah kasus penyuapan Gayus kepada petugas Rutan Brimob. Kasus itu sudah ditangani secara benar oleh polisi.
Ia menyarankan, KPK menangani kasus suap kepada Gayus dari tiga perusahaan besar yang sampai saat ini belum disentuh polisi dan jaksa. ”Lagi pula, datanya sudah ada,” kata Mahfud.

Selanjutnya adalah cuplikan tulisan dari anggota kompasioner lainnya yaitu Nur Setiono, beliau menulis dengan judul : Dalam Hal Intervensi Hukum SBY Kalah Sama Gayus…?.
Berikut cuplikannya :

Presiden SBY selalu ingin meletakkan hukum diatas segalanya. Beliau senantiasa berkata “tidak akan ikut intervensi dalam masalah hukum”. Namun entah apalah istilahnya, bahwa kasus Bibit-Chandra berakhir dengan ‘deponeering’, setelah ada ‘pengantar kata’ dari sang SBY, dimana beliau ‘meminta’ agar kasus tersebut diselesaikan diluar pengadilan. Luluhnya hati dan pikiran SBY kala itu tidak terlepas dari adanya desakan masyarakat via jejaring sosial Face Book.

Logika awam mengatakan, intervensi seorang presiden sungguhpun terhadap kasus hukum , bilamana hal itu bisa memberikan rasa keadilan bagi masyarakat luas dan kasusnya itu sendiri telah berkembang sedemikian rupa sehingga membawa kegaduhan tertentu, mengapa ditabukan? Semisal, pengoperalihan sebuah kasus dari kepolisian kepada KPK diatas. Toh KPK, sekalipun hanya bersifat ad hock dan para pimpinannya dipilih dengan mekanisme tersendiri, pada hakekatnya merupakan salah satu elemen dari sistem penegakkan hukum kita juga. Intervensi ditabukan, bilamana diarahkan demi kepentingan fihak fihak tertentu saja, terutama yang tidak menyentuh kemaslahatan rakyat secara keseluruhan.

Presiden dalam menjalankan roda pemerintahannya, tentu harus mendelagasikan sebagian kewenangan teknisnya kepada para pembantu atau anggota kabinetnya, termasuk bidang hukum, yang dalam hal ini kepada kepolisian dan atau kejaksaan.

Sebesar apapun kesalahan para pembantu presiden tersebut, akan sangat berimbas terhadap kinerja presiden, karena presiden menjadi penanggung jawab utama jalannya roda organisasi pemerintahan.

Intervensi kongkrit seorang Gayus Tambunan dengan tumpukan uangnya, ternyata telah mampu menghipnotis aparat hukum yang selama ini menanganinya menjadi ‘klepak-klepek’, tak bardaya, bahkan seolah olah membiarkan dia berbuat semaunya sendiri.

Proses hukum nampaknya ruwet dan berbelit belit, apalagi dicerna oleh kacamata awam seperti penulis. Satu kasus baru bisa selesai setelah bertahun tahun bulak balik keruang sidang pengadilan. Melelahkan sekaligus menjemukan. Barangkali faktor inilah yang membuat hukum bisa disulap menjadi komoditas yang laku ‘diperdagangkan’, terlebih kalau yang sedang berperkara adalah mereka yang berkantong tebal.

Terlepas tepat atau tidaknya perkara Gayus kalau tetap diperlanjut prosesnya dikepolisian.  Yang jelas,  amat menggelikan, jika ada penilaian seolah olah Presiden SBY kalah nyali dibanding Gayus Tambunan, khususnya dalam hal intervensi hukum.

Nah bukankah semua 'kesaktian' dan 'kehebatan' Si Gayus 'Manusia Super Dekade Ini' semata-mata karena uang ????????????????????
Nah, bagaimana dengan pendapat Anda ?

Salam, Tiknan Tasmaun.

Artikel Terkait

Last Updated 2018-05-22T06:26:02Z

KOMEN DENGAN FORMAT BLOGGER :

Postingan Populer