Yang penulis bicarakan di sini bukanlah dalam hal apakah puasa kita diterima Allah atau tidak. Karena mengenai diterima atau ditolaknya amalan anak Adam hanya mutlak hak prerogratif Allah AWT, Tuhan seru sekalian alam.
Yang penulis maksudkan adalah, apakah puasa kita ini sudah ada efektifitasnya terhadap peningkatan kerohanian kita. Apakah kepekaan sosial kita sudah menjadi lebih meningkat atau justru menurun. Apakah nurani kita menjadi lebih terasah atau justru tenggelam oleh nafsu makan minum saat berbuka sebagai 'akibat dendam lapar dan haus' seharian suntuk. Ataukah puasa kita ini, jangan-jangan seperti yang diperingatkan Kanjeng Nabi SAW, hanya mendapat lapar dan haus belaka.
Kita melihat dari pekabaran di berbagai hikayat, bahwa sudah menjadi kelaziman bagi para nabi, rasul, wali, dan orang suci menjalani 'laku tirakat' berupa puasa dengan versi masing-masing. Mereka melakukan ini untuk mencapai peningkatan kualitas kerohanian mereka. Kanjeng Nabi Muhammad SAW sering ber'tahanuts' di gua hira' sebelum beliau diangkat menjadi Nabi. Nabi Musa as melakukan tapa - puasa empat puluh hari diatas gunung. Nabi Isa as juga demikian, perpuasa empat puluh hari empat puluh malam di atas gunung. Sidarta Gautama juga demikian, melakukan pertapaan (yang tentu juga puasa) dalam upaya mencapai pencerahannya.
Nah, bagi kita muslimin muslimat, telah diwajibkan juga menjalani ibadah puasa pada tiap bulan Ramadhan satu bulan penuh (tentu dengan perkecualian bagi wanita yang sedang kedatangan haid). Ini adalah sebagai sarana yang disediakan Allah bagi kita untuk bisa meningkatkan kualitas kerohanian, keimanan, ketakwaan dan sekaligus kemanusiaan kita. Esensi puasa adalah sarana bagi kita untuk melatih kemampuan pengendalian diri. Ada maksud tertentu yang hendak dicapai dalam perintah puasa ini.
"Diwajibkan atas kalian berpuasa seperti diwajibkan berpuasa juga umat sebelum kalian , supaya kalian bertakwa", demikian makna bebas salah satu al-ayat.
Ada ending point yang hendak dicapai.. Yaitu bertakwa. Dalam bahasa sehari-hari adalah peningkatan kualitas kesalehan pribadi maupun sosial.
Efektifitas puasa tentu bisa kita nilai masing-masing diri kita, justru bukan pada saat bulan puasa ini berlangsung. Namun efektifitasnya bisa kita nilai ketika menjalani hari-hari selepas 'Idul Fitri. Bukankah esensi puasa adalah upaya pengendalian diri ? Apakah selepas menjalani ibadah puasa sebulan penuh ini kita masih bisa mengendalikan nafsu kita atau kembali seperti semula, mengumbar nafsu semau-maunya. Mengumbar nafsu angkara, marah, dengki, bergunjing, loba bin tamak bin korupsi sana-sini.
Jangan dipikir bahwa yang bisa korupsi hanya para pejabat saja. Bukan ! Orang kecil kayak kita juga bisa. tentu korupsi dalam level masing-masing. Korupsi waktu bagi karyawan. Korupsi timbangan bagi pedagang. Dan, tentu banyak ragam lainnya yang tidak dapat disebut satu - persatu disini.
Bagaimana pendapat Anda ?
Salam, Tiknan Tasmaun
Cari Artikel
PUASA : SUDAH BERHASIL ATAU SIA - SIA ?
Penulis Tiknan Tasmaun
Diterbitkan 8/25/2011 10:31:00 PM
Tags
Artikel Terkait
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EmoticonEmoticon